[FREELANCE] Memories of Murderer (Part 1)

Displaying memories-of-murder.png

Nama Author : Marlina Heriana Siregar
Judul FF : Memories of Murder
Length FF : Part 1

       Korea Selatan selama kurun waktu tiga minggu terakhir digemparkan dengan kasus pembunuhan keji yang ditengarai sebagai kasus pembunuhan berantai. Korbannya bukan baru satu orang saja, melainkan sudah berjumlah menjadi tiga orang. Kasus pembunuhan tersebut kini ditangani oleh detektif setempat. Seakan-akan kejatahan tak pernah tidur di atas muka bumi ini, hingga para penegak hukum pun harus bekerja ekstra dalam mengusut kasus ini.

       Di tengah kota Seoul—di salah kantor detektif—tampakkesibukan di dalamnya. Suara orang-orang yang sedang berbicara tak ubahnya bagaikan ribuan lebah yang mendengung, begitu berisik. Belum lagi para detektif lainnya yang tak mempunyai pekerjaan semakin membuat tempat itu berisik dengan gelak tawa dan obrolan mereka. Wanita itu hanya menggelengkan kepala melihat semua itu. Dia tidak punya pangkat tinggi jadi, dia tidak mempunyai wewenang untuk mengatur detektif-detektif lainnya untuk kembali bekerja.

       Dalam benaknya, wanita itu ingin sekali menendang bokong mereka, namun dia cepat-cepat menutup pintu kantornya. Daripada menendang bokong bokong seseorang, dia masih punya laporan yang belum sempat dia kerjakan di sini. Tetapi kesenangan wanita itu terganggu dengan kedatangan rekannya yang masuk begitu saja dan memberitahunya tentang kasus terbaru.

       “Korbannya bertambah lagi,” ujar wanita itu dingin begitu melihat foto korban yang berlumuran darah. Tanpa ada perasaan jijik sama sekali, dia memperhatikan foto tersebut. “Tewas karena kehilangan banyak darah,” tambahnya.

       “Benar sekali,” jawab rekan wanita tadi.

“Jung Yeon Rim, pengusaha muda yang sukses dengan produk kecantikan berbahan alami. Korban sebelumnya juga seorang wanita karier, kan?”

       “Ya.”

       “Tepat dugaanku.” Berdiri dari duduknya, menuju lemari pendingin mini yang berada di sudut kantornya. Dia mengambil dua minuman kaleng yang satunya dia berikan pada temannya. Dia duduk di pinggiran meja kerja, berhadapan dengan temannya tadi.

       “Minho Oppa, bisa tolong aku untuk mencari tahu tentang Jung Yeon Rim.”

       “Sepertinya agak sulit. Kau tahu sendiri kan kalau dia putri salah satu Menteri di Korea. Aku tak yakin bisa dengan mudah mendapatkan informasi tentangnya, terutama dari keluarganya. Tapi, aku akan berusaha untuk mendapatkan semua informasi penting tentang Nona Jung.”

       “Oke. Aku tunggu.”

       Dia mempersilakan rekannya tadi untuk keluar dari ruangannya setelah dirasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Ji Young mengambil selembar foto tadi dan melihatnya lagi.

       “Detektif Yoon.”

       Ji Young menatap pria dengan tubuh atletis yang berada di ambang pintu kantornya. “Ada apa, Detektif Min?”

       “Detektif Song meminta Anda untuk datang ke TKP.”

       “Baiklah.”

       Bau darah—bau kematian—yang masih tertinggal di sana menyambut kedatangan Ji Young dan timnya di salah satu apartemen mewah yang terletak di kawasan Distrik Yangcheon. Tim penyidik yang ada di sana memberikan masker pada Ji Young begitu dia masuk ke dalam kamar korban yang dijadikan pelaku sebagai tempat pembantaian sang korban. Korban kembali bertambah, yang artinya kini kasus pembunuhan berantai paling menghebohkan di Korea akan semakin rumit.

       “Apakah ada barang-barang korban yang hilang?”

       “Tidak ada. Semua uang, perhiasan, dan benda-benda berharga milik korban masih berada di tempatnya. Tim kami berhasil membuka berangkas dan tidak menemukan adanya tanda-tanda kerusakan di pintu berangkas.”

       Berarti pembunuhan ini bukan karena motif materi, melainkan dendam si pembunuh dengan korban.

       “Perkiraan waktu kematian?”

       “Antara pukul 22.00 hingga pukul 23.30.”

       Ji Young mengangguk, mengamati TKP yang sangat rapi.

       “Anda menemukan sesuatu, Detektif?”

       “Selain pembunuhan berantai, semua korbannya adalah wanita cantik, karier cemerlang, dan sukses dengan bisnisnya masing-masing. Lalu… ketiga korban adalah anak dari orang-orang penting di Korea,” ujar wanita itu serius, memulai analisisnya.

       “Misalnya korban pertama yang bernama Kang Jin Hye. Dia pengusaha muda yang sukses dengan bisnis perhotelannya, dia juga merupakan anak dari Kepala Kepolisian Korea. Korban kedua Han Shin Ra, seorang pengusaha yang bergerak dibidang telekomunikasi. Ayahnya seorang aktivisis hukum. Lalu yang korban ketiganya adalah Jung Yeon Rim. Pengusaha kosmetik dan ayahnya adalah seorang Menteri.”

       “Apakah ada unsur konspirasi dalam kasus ini?”

       “Kurasa tidak,” ujar Ji Young menerawang jauh.

       “Detektif Yoon.” Wanita dengan name tag Han So Yeon muncul dalam ruangan itu.

       “Iya, ada apa?”

       “Detektif Choi Minho menemukan sidik jari yang bukan milik korban di ponselnya.”

       So Yeon mengajak Ji Young untuk menemui rekannya tersebut. Minho menjelaskan perihal sidik jari yang menempel pada seluruh badan ponsel. Pria itu berkesimpulan; mungkin ponsel korban sempat dipergunakan si pelaku entah untuk alasan apa—sama dengan dua korban sebelumnya—laluponsel dirusak oleh si pelaku.

       “Sudah mencoba untuk mengecek isi ponselnya?” tanya Ji Young penasaran.

       “Kau tahu sendirikan kalau ponsel ini sengaja dirusak. Jadi tidak bisa dihidupkan lagi.”

       “Berengsek. Lagi-lagi orang itu sengaja mempersulit kita.”

       “Yang namanya penjahat, tidak ada yang mau mempermudah kinerja penegak hukum,” cibir Minho. “Kalau banyak penjahat berhati baik semacam itu, aku yakin penjara akan cepat penuh.”

       So Yeon tertawa terpingkal-pingkal dengan gurauan Minho. Ji Young yang pembawaannya selalu serius ketika bekerja, hanya menggelengkan kepala lantas beranjak dari sana.

       Kau pasti sangat menikmati ketika membunuh wanita-wanita ini kan? Berengsek.

       Shin Hyo Ah menggelengkan kepalanya menatap So Yeon yang masih sempat-sempatnya bercanda ketika berada di TKP. Wanita tersebut menghampiri Ji Young yang berdiri mematung di depan cermin rias milik korban.

       “Kau baik-baik saja?”

       Ji Young mengangguk pelan. “Kita pergi sekarang,” teriak wanita itu, merasa jengkel dengan tingkah rekan-rekannya.

***

       Mempercepat langkah begitu turun dari Honda Civic berwarna biru metalik yang menjadi kendaraannya, Ji Young tampak masih mengantuk namun dia berusaha melawan rasa kantuknya dengan terus berpikir. Malam ini kembali terjadi pembunuhan sadis dan korbannya pun seorang wanita yang memiliki karier cemerlang. Wanita ini adalah direktur dari anak perusahaan Young Hwan Enterprise. Sambil berjalan, Ji Young mengumpat.

       Di tengah malam dia harus terbangun karena mendapat telepon dari Jaejoong. Setelah Jaejoong, kaptennya pun juga ikut-ikutan menyuruhnya untuk mendatangi rumah sakit. Memang disivi Ji Young khusus menangani kasus pembunuhan. Tetapi jika dia menolak untuk menangani suatu kasus pembunuhan, maka kasus tersebut bisa ditangani oleh orang lain yang juga bekerja di divisi yang sama dengannya.

       Mendorong pintu kamar mayat, membungkukkan badan pada teman-temannya yang sudah tiba lebih dulu darinya. Dia menyingkap selimut putih tipis yang menutupi tubuh Ahra. Mengernyit begitu melihat wajah cantik nan pucat tersebut.

       “Jadi ini jasad Cho Ahra. Astaga, tidak mungkin!” Seru So Yeon. Dia itu berdiri di belakang Ji Young, turut memperhatikan jasad Cho Ahra. Napasnya tercekat, dia syok, dan benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kasihan sekali.”

       “Memangnya kau mengenal dia?” tanya Ji Young heran.

       So Yeon menoleh. “Dia ini kakak perempuan dari pria paling kaya di Korea Selatan. Apakah Eonni tidak tahu?”

       “Pria paling kaya?” Ji Young merasa tergelitik dengan ucapan berlebihan So Yeon. “Siapa pria itu?”

       So Yeon mencondongkan wajahnya, meminta Ji Young untuk mendekat padanya. “Cho Kyuhyun.” Bisik So Yeon, seakan tidak ingin ada orang lain yang mendengarnya menyebut nama tersebut. “Bagaimana perasaannya jika melihat kakaknya yang sudah tewas dalam keadaan mengenaskan begini.”

       Ji Young menatap wajah pucat Ahra yang cantik, melupakan ucapan So Yeon barusan. Wanita itu tersenyum samar lantas berkata, “Dia cantik sekali ya? Tapi sayang nasibnya sangat naas.”

       Hyo Ah mengangguk setuju dan mengatakan, “Keturunan keluarga Cho memang tampan dan cantik. Apa lagi adiknya, sang Penguasa Korea. Dia pria paling tampan yang ada di muka bumi ini.”

       “Hei, jangan perlihatkan wajah yang terlalu mendamba begitu, Hyo Ah. Kau ini norak sekali.”

       Hyo Ah menyengir, memamerkan deretan giginya yang rapi.

       “Ini hasil autopsinya, Ji Young.”

       Sungmin berlari menghampiri Ji Young, menyerahkan tiga rangkap kertas putih hasil dari autopsi jasad Cho Ahra.

       Ji Young membaca dengan cermat setiap tulisan yang ada di sana. Hingga dia menemukan suatu fakta yang sangat mengejutkan. “Di dalam aliran darahnya terdapat Succynilcholine dan Profol?!”

       Sungmin mengangguk.

       “Jadi, sebelum dibunuh Nona Cho disiksa dengan kedua zat mematikan ini? Sungguh keterlaluan.” Ji Young menggeram. Dalam sekejap darahnya mendidih.

       “Memangnya apa pengaruh Succynilcholine dan Profol terhadap tubuh?” tanya Hyo Ah.

       “Jika Succynilcholine dipadukan dengan Profol maka kedua zat ini akan menjadi zat pembunuh depolarizing yang membuat pemakainya lumpuh seketika. Selama masa inkubasinya, kita tidak akan bisa bernapas, jantung seperti diremas dan terbakar, itulah yang kutahu.”

       “Ya Tuhan, ada ya orang sekejam itu.”

       “Tentu saja ada. Buktinya orang itu menerapkannya pada Nona Cho,” ujar Ji Young kalem. “Terdapat banyak bekas tusukan kecil di tubuh korban. Apa mungkin karena tusukan jarum suntik?”

       “Sepertinya begitu. Tetapi korban tewas bukan karena over dosis Succynilcholine dan Profol melainkan hantaman benda tumpul pada bagian belakang kepala hingga tulang tengkoraknya retak.”

       “Lalu bekas tusukan sebanyak ini untuk membuat pembunuhan kali ini tampak begitu tragis? Sepertinya si pelaku memiliki dendam kesumat dengan korban. Pola membunuhnya kali ini tidak jauh berbeda dengan tiga korban sebelumnya,” komentar Ji Young yang ditanggapi anggukan oleh Sungmin.

       “Selain itu pelaku juga meninggalkan pesan di dekat tubuh korban.”

       Ji Young dan Hyo Ah menatap Sungmin dengan penuh minat. Tidak sabar menunggu pria bergigi kelinci ini mengeluarkan sesuatu dari kantung barang bukti yang dibawanya.

       “Ini.”

       “Sepucuk surat,” kata Hyo Ah.

 

Untuk Cho Ahra yang cantik….

Bagaimana keadaanmu sekarang Nuna? Kau senang karena aku telah mengirimmu ke neraka? Ah, aku rasa begitu. Jika kau bertemu dengan Cho Young Hwan dan Kim Hana di sana, sampaikan salamku pada mereka.

Dan kalian pecundang yang ingin memecahkan kasus ini, selamat berburu.

 

– TH –

 

       “TH?” So Yeon mengernyitkan alisnya.

       “Pasti inisial namanya.”

       Ji Young mencampakkan surat tadi lantas berjalan keluar dari dalam kamar mayat dengan perasaan marah. Baginya surat tadi sengaja ditulis untuk memancing amarahnya dan jika memang begitu, si pelaku berhasil melakukannya. Wanita itu berjalan dengan cepat menjauhi kamar mayat yang baunya sejak tadi ingin membuatnya muntah. Saat ini dia benar-benar ingin memukul sesuatu untuk melampiaskan amarahnya.

       Terjebak dalam suasana hati macam ini sebenarnya begitu dia benci. Karena dengan menunjukkan amarah menjadikan dia bukan sebagai detektif profesional, dan itu sungguh memalukan.

       “Jasad kakak Anda telah selesai menjalani proses autopsi, Presdir.”

       Ji Young menoleh, menatap punggung seorang pria yang memiliki tinggi badan sekitar 180 sentimeter yang baru melewatinya.

       Apakah dia adiknya?

       Menghentikan langkahnya sejenak, memastikan jika orang tadi berbelok ke kiri tempat kamar mayat berada.

       Tidak mungkin itu adiknya.

       Dia menatap punggung pria tadi hingga tak tampak lagi setelah orang itu berbelok. Ji Young menghela napas, merasa lelah dengan kesibukannya belakangan ini. Jadi, dia memutuskan untuk pulang dan tidur.

       Sementara itu, pengawal Kyuhyun membukakan pintu kamar mayat dan mempersilakan pria itu untuk masuk. Begitu tahu siapa yang datang, Jaejoong langsung menyibak selimut yang menutupi jasad Ahra agar Kyuhyun bisa melihat wajah kakaknya. Mata Kyuhyun membulat, wajahnya memerah, dan otot wajahnya mengencang. Pria itu mendekati ranjang sorong Ahra, mengusap dengan sayang puncak kepala kakak perempuannya yang sudah tak bernyawa lagi. Dia membungkukkan tubuh, lantas berbisik, “Selamat jalan, Nuna. Aku mencintaimu.”

       Pria itu mengakhiri kalimat terakhirnya dan menutupnya dengan kecupan di dahi Ahra. Perawat kamar mayat yang menyaksikan adegan tersebut sampai meneteskan air mata, merasa iba melihat Kyuhyun.

       “Di mana kalian menemukan jasad kakakku?” tanya Kyuhyun, masih fokus menatap wajah Ahra.

       “Di hotel daerah Gangnam, Tuan Cho. Salah seorang penghuni kamar curiga melihat pintu kamar yang didiami korban terbuka lebar,” ujar Jaejoong. “Menurut resepsionis hotel, Nona Cho tiba di hotel pukul 11 malam ditemani oleh seorang wanita muda.”

       Kyuhyun menatap Jaejoong lurus-lurus. “Siapa wanita itu? Apakah dia pembunuh kakakku?”

       “Bukan. Dia hanya bertugas untuk mengantar Nona Cho. Saat ini wanita tersebut sedang menjalani interogasi di kantor polisi.”

       Kyuhyun menegakkan posisi tubuh, lantas berkata pada pengawalnya, “Tolong kalian urus pemakamannya. Usahakan agar besok pagi jasadnya sudah dikebumikan.”

       Pria itu berjalan dengan terburu-buru keluar dari kamar mayat. Orang-orang yang berada di dalam ruangan itu bisa melihat gerakan tangan Kyuhyun ketika menyeka air mata.

       Hyo Ah menghela napas, merasa kasihan pada juga Kyuhyun.

***

       Pemakaman kakak perempuan Kyuhyun yang mendadak sungguh menggemparkan Korea Selatan. Banyak media berusaha masuk ke area pemakaman untuk meliput prosesi pemakaman kakak dari konglomerat nomor satu di Korea tersebut. Tetapi hal tersebut tidak bisa dilakukan karena Kyuhyun telah meminta pada pihak keamanan untuk menutup area pemakaman dari awak media yang ingin meliput.

       Pria bertampang dingin itu membenarkan letak kacamata hitamnya, dan kembali menyilangkan tangan di depan dada. Wajahnya menunduk begitu peti mati Ahra diturunkan. Tidak ada air mata yang jatuh dari pelupuk matanya. Bukannya dia tidak bersedih dengan kematian kakaknya, melainkan pria itu tidak bisa menangis lagi setelah semalaman dia menangis di dalam kamarnya sambil menatap foto Ahra. Yang membuat pria ini menangis karena dia tidak percaya jika kakak perempuannya—keluarga satu-satunya yang dia miliki—harus pergi dengan begitu cepat. Padahal baru kemarin dia dan Ahra duduk berdua dan saling mengobrol. Ternyata momen tersebut saat-saat terakhirnya bersama sang kakak, dan kenyataan tersebut sangat memukulnya.

       Kyuhyun yang biasanya jarang mengenakan kacamata hitam dalam kesempatan apa pun, mau tak mau di hari pemakaman Ahra, dia harus memakai benda itu. Alasannya memakai kacamata hitam bukan untuk bergaya di acara pemakaman kakaknya, melainkan untuk menyembunyikan mata bengkaknya agar tidak ada orang lain yang melihat. Bagaimanapun juga, dia tidak ingin ada orang lain yang tahu jika dia menangis. Yang boleh melihatnya menjatuhkan air mata adalah teman hidupnya kelak. Nantinya orang itulah yang akan menjadi tempat dia bersandar, berkeluh kesah, serta tempat baginya menumpahkan kesedihan.

       Beberapa orang detektif dari Divisi Pembunuhan terlihat di sana, kecuali Ji Young. Sungmin sudah meminta Ji Young untuk hadir, namun ditolak mentah-mentah oleh wanita itu yang menjabat sebagai ketua dalam tim itu. Sungmin sendiri tidak tahu apa alasan rekannya selalu menolak untuk hadir di acara pemakaman. Padahal dengan posisinya yang sebagai ketua tim sudah sepantasnya dia turut hadir untuk memberikan penghormatan terakhir pada korban dari pembunuhan yang sedang ditanganinya.

       Hyung sudah menghubungi Ji Young,” bisik Minho, takut terdengar oleh Kyuhyun yang berdiri tepat di depan mereka.

       Sungmin mengangguk. “Sudah lebih dari sepuluh kali.”

       “Lalu?”

       “Tidak dijawab. Padahal aku menghubunginya setiap menit.”

       Minho menggelengkan kepala.

       “Mungkin ada alasan mengapa dia tidak datang kemari.” Jaejoong menimpali.

       “Dia bahkan tidak pernah memberi alasan setiap kali aku menanyakan tentang ketidak hadirannya disetiap pemakaman korban. Dia selalu memasang tampang sedingin es kebanggaannya itu. Menyebalkan sekali, bukan?” ujar Sungmin terlihat kesal.

       “Tidak baik marah-marah di depan jenazah korban,” sambung Minho, tersenyum kalem pada Sungmin yang cemberut.

       Begitu acara pemakaman selesai dan Kyuhyun hendak meninggalkan area pemakaman, awak media yang menunggunya sejak tadi langsung mengerubungi pria dengan setelan jas hitam tersebut. Pengawal Kyuhyun dengan sigap menghalau wartawan yang ingin melakukan wawancara dengan Kyuhyun, sementara pria itu sendiri diam seribu bahasa sambil menundukkan wajah. Jika biasanya dia bersikap lumayan ramah pada wartawan, kali ini dia memasang aksi diam begitu pertanyaan-pertanyaan menggempurnya secara bertubi-tubi.

       “Bagaimana kronologi kejadian hingga menyebabkan kematian Nona Cho Ahra, Tuan Cho?”

       “Benarkah Nona Cho dibunuh karena alasan dendam?”

       “Tolong berikan pernyataan Anda mengenai kematian kakak perempuan Anda, Tuan Cho.”

       Segencar apa pun wartawan menanyainya, Kyuhyun tetap memilih diam, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Jangankan menjawab, menoleh ke arah kamera saja tidak.

       Pengawal Kyuhyun yang bertubuh kekar melakukan aksi dorong agar mereka bisa segera meninggalkan tempat ini. Salah seorang dari pengawalnya membukakan pintu mobil Koenigsegg CCX berwarna hitam dan menutup pintunya dengan cepat. Kyuhyun membuka kacamata hitamnya dan mengambil cermin kecil. Dia memperhatikan dengan teliti matanya yang beberapa jam lalu membengkak akibat pria ini terlalu lama menangis. Dia bisa bernapas lega karena matanya sudah kembali normal.

       Mobil mewah itu berhenti di depan gedung bertingkat enam puluh yang dulunya dikelola oleh Cho Young Hwan, ayah Kyuhyun yang sudah lima tahun lalu meninggal dunia. Kini perusahan tersebut dijalankan oleh Kyuhyun dengan membawa kemajuan yang amat pesat pada perusahaan tersebut. Dengan tenang pria itu berjalan memasuki gedung dan langsung menuju lift. Hari ini dia akan bertemu dengan Detektif Park untuk membicarakan hal yang penting.

       “Maaf menunggu lama, Detektif Park Sung Ji.”

       “Tidak apa-apa.”

       “Katanya Anda ingin membicarakan sesuatu. Bisa langsung dimulai? Aku sibuk hari ini jadi tidak punya banyak waktu.”

       Park Sung Ji tersenyum kalem untuk menutupi rasa jengkelnya setelah mendengar perkataan Kyuhyun. Ya, wajar saja jika orang kaya bersikap begitu.

       “Aku ingin merekomendasikan salah satu detektifku untuk menginvestigasi kasus ini.”

       “Siapa orang yang Anda rekomendasikan untukku?” tanya Kyuhyun sambil menyandarkan punggung.

       “Detektif Yoon. Dia salah satu detektif terbaik kami di Disivi Pembunuhan. Mungkin dia bisa membantu untuk memecahkan kasus pembunuhan kakak Anda. Sebelumnya, dia juga yang menangani kasus korban tewas yang terbunuh sebelum kakak Anda.”

       Park Sung Ji menyodorkan sebuah berkas pada Kyuhyun. Dia menyambar berkas tersebut dan membukanya. Tanpa melihat foto yang terpajang di pojok kiri atas kertas putih tersebut, pria tampan bertampang dingin itu membaca dengan cermat daftar riwayat hidup wanita yang akan menyelidiki pembunuhan sadis kakaknya.

       “Dua puluh empat tahun. Usianya masih semuda ini. Anda yakin dia bisa memecahkan kasus pembunuhan serumit ini?” tanya Kyuhyun dengan nada meremehkan.

       “Usianya memang masih muda. Tetapi kemampuannya tidak perlu Anda ragukan lagi. Sejak usia 17 tahun dia sudah mendapatkan pelatihan dan lulus dengan hasil yang sangat memuaskan. Lalu dua tahun berikutnya, dia berhasil memenjarakan seorang orang buronan kasus pembunuhan. Wanita ini memiliki insting yang tajam.”

       Kyuhyun menyeringai, dan untungnya saja tidak ada seorang wanita yang melihat seringaian mematikan tersebut. Entah mengapa, kini dia merasa sangat tertarik dengan wanita yang sedang mereka bicarakan saat ini. “Siapa namanya?” Tatapan matanya yang tajam, fokus pada selembar foto yang dia tarik dari ujung berkas tadi.

       “Yoon Ji Young.”

       “Besok, minta dia untuk datang menemuiku. Aku ingin bicara dengannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menerimanya atau tidak,” tukas Kyuhyun, mencampakkan berkas ke atas meja lalu pergi meninggalkan ruangan kerjanya yang masih didiami oleh Detektif Park.

***

       Setelah mendapat perintah dari atasannya, keesokkan harinya Ji Young pergi ke tempat pebisnis paling berkuasa di Korea Selatan pada saat ini. Wanita itu dengan tampang dinginnya, berjalan dengan tenang memasuki gedung bertingkat enam puluh tersebut. Semua mata tertuju padanya, bukan karena dia berdandan glamor ala model yang berjalan di atas catwork namun, orang yang melihatnya tahu bagaimana sepak terjangnya selama ini di dunia hukum.

       “Ruangan Presdir Cho ada di lantai berapa?”

       Ketika mendengar suara bernada datar tersebut, resepsionis itu tertegun sejenak hingga Ji Young harus mengulang pertanyaan yang sama pada orang tersebut. “Anda sudah membuat janji, Nona?”

       “Sudah.”

       “Tunggu sebentar.”

       Wanita muda itu mengangkat gagang telepon lantas memberitahukan atasannya jika ada orang yang ingin bertemu. Begitu wanita itu mengangguk, gagang telepon pun diletakan kembali. “Anda bisa menemui Presdir di ruangannya. Lantai lima puluh lima.”

       “Terima kasih.”

       Ji Young berjalan menuju lift dengan iringan pasang mata yang menatapnya dengan penuh minat. Wanita itu mendesah pelan, jengah mendapatkan tatapan begitu. Bunyi ting terdengar setelah hampir satu menit dia berada di dalam lift. Pintu lift terbuka dengan sendirinya dan wanita itu segara keluar dari tempat sempit tersebut. Papan bertuliskan nama pemilik gedung ini terbaca olehnya begitu dia berdiri di depan pintu bercat cokelat gelap tersebut. Dia menarik napas lantas mengangkat tangan untuk mengetuk pintu.

       “Masuk.”

       Ji Young mengerutkan dahi begitu mendengar suara pria dari dalam ruangan tersebut. Suara itu terdengar seperti pria yang masih muda, bukan pria berumur yang ada di dalam pikirannya. Tentu saja pria itu masih muda, bukankah kakaknya saja juga masih muda.

       “Permisi.” Wanita itu mendorong daun pintu dan tercengang di sana.

       Jika tadi Ji Young mengerutkan dahi begitu mendengar suaranya, kini dia membelalakkan mata melihat sosok pria muda yang gagah dengan setelan jas mahal yang membalut tubuhnya, tampan, dan berkharisma tinggi—menurut wanita itu—masih tidak percaya dengan penglihatannya sendiri.

       Ada ya pria setampan dia diabad ini? Kenapa aku baru tahu?

       Pria itu mematikan laptop-nya, menggeser kursi kerja ke belakang lantas berdiri. Pria dengan otoritas tertinggi di perusahaan tersebut sempat terpana selama beberapa detik melihat wanita berkucir kuda tengah berdiri di ambang pintu ruang kerja yang masih terbengong-bengong melihat Kyuhyun. Agar tidak terlihat bodoh, pria itu berdeham dan menghampiri wanita tadi.

       “Detektif Yoon?”

       “Ya.” Ji Young tersentak lantas membungkukkan badan, memberi salam.

       “Silakan duduk.”

       Ji Young mengangguk. Jelas dia merasa agak risih mendapat tatapan aneh dari pria yang bahkan dia tidak tahu siapa namanya. Oh tidak, bukan tidak tahu tetapi tidak ingat dengan nama asli pria ini.

       “Namaku Cho Kyuhyun.” Beritahu pria itu kalem, tanpa ada senyuman sama sekali.

       “Aku sudah tahu,” balas Ji Young dingin.

       “Dan kau tidak memperkenalkan diri padaku?”

       “Anda pasti sudah mengetahuinya dari berkas yang diberikan oleh Detektif Park, kan? Acara perkenalan tidak perlu dipermasalahkan. Bukan begitu, Presdir?”

       Pria bernama Kyuhyun ini memiringkan ke atas bibir sebelah kanannya, membentuk sebuah seringaian yang begitu mengerikan yang pernah dilihat oleh Ji Young. Wanita itu menelan ludah dengan susah payah. Mendadak dia bisa merasakan aura tidak enak menyelimuti ruangan ini.

       “Kau sudah tahu, kan, alasan mengapa aku memanggilmu kemari, Detektif?”

       “Anda ingin membicarakan perihal kasus terbunuhnya kakak perempuan Anda. Sebelumnya, aku turut berdukacita.”

       “Terima kasih. Lalu bagaimana dengan analisismu terhadap kasus pembunuhan kakakku? Aku ingin mendengarnya. ”

       “Sama dengan tiga korban sebelumnya, Nona Cho Ahra yang kuketahui bekerja di anak perusahaan Young Hwan Enterprise, wanita karier yang cantik dan sukses membangun perusahaan tersebut. Anda pasti sudah tahu jika semua korban dalam kasus pembunuhan berantai ini adalah wanita-wanita karier yang berita kesuksesannya sering menjadi berita di TV. Kami juga menemukan sesuatu di dekat jasad Nona Cho.”

       “Apa itu?”

       “Surat. Isinya memang tidak terlalu penting. Tetapi yang menarik perhatianku, si pelaku memanggil Nona Cho dengan sebutan… Nuna.”

       Raut wajah Kyuhyun yang semula dingin tanpa ekspresi menunjukkan jika dia terkejut dengan kata terakhir yang diucapkan Ji Young. Pria itu kembali berdeham dan memperbaiki posisi duduknya. Raut wajahnya kembali dingin.

       “Bisa kau memberitahuku mengapa semua korban yang dibunuh berjenis kelamin perempuan?”

       “Dugaan sementara karena dendam.”

Kyuhyun membuang muka dan mendengus. “Kakakku bahkan tak mempunyai musuh.”

       “Mungkin Nona Cho memang tidak mempunyai musuh tetapi, orang yang menaruh dendam padanya pasti ada. Kita tidak pernah tahu isi hati setiap orang.”

       “Siapa pun dia orangnya, kau harus segera menangkapnya lalu jatuhi dia hukuman yang paling berat,” ujar Kyuhyun dengan tatapan yang mengisyaratkan kemarahan.

       “Itu sudah pasti. Pembunuh keji macam dia tidak akan jauh-jauh dari hukuman mati.”

       “Aku percaya padamu,” ujar pria itu tegas. “Dan aku ingin kau sendiri yang menyeretnya ke penjara, Detektif Yoon. Bukan orang lain.”

       “Aku akan berusaha untuk itu.”

       Kyuhyun mengangguk dan berdiri dari duduknya dan disusul oleh Ji Young. Mereka sempat bertatapan selama tiga detik dan langsung memutus kontak mata begitu Kyuhyun berbalik badan.

       “Kau bisa pergi sekarang. Jangan lupa kabari aku tentang perkembangan kasus ini.”

       Apa? Yang benar saja? Jadi dia mengusirku sekarang.

       “Kalau kau keluar tolong tutup pintunya.”

       Ji Young mendesis kesal, menyambar tasnya lantas beranjak keluar tanpa memberi salam sebelum dia pergi. Kyuhyun melihat punggung wanita itu yang sudah menghilang di balik pintu. Wajahnya yang jarang menunjukkan ekspresi terlihat senyuman samar. Dia teringat bagaimana raut wajah kesal wanita tadi sebelum pergi meninggalkan ruangan ini. Menurutnya ekspresi semacam itu sangat… manis.

***

       “Kenapa harus aku lagi yang pergi ke sana, Detektif?” Protes Ji Young yang sudah tidak duduk lagi di kursinya. Wanita itu menggembungkan pipi, benar-benar kesal dengan atasannya ini.

       “Karena kau orang kurekomendasikan pada Presdir Cho.”

       “Tapi aku sibuk. Anda bisa meminta detektif lain ke kantornya.”

       “Ck, kau yang bertanggung jawab atas kasus ini bukan orang lain.”

       “Anda ingin mempersulitku ya?” Ji Young menjatuhkan dirinya di atas kursi yang letaknya berseberangan dengan atasannya. Wanita itu bersedekap, menatap kesal pada Sung Ji.

       “Kau ini kenapa? Tidak biasanya kau protes jika aku memintamu mendatangi keluarga korban.”

       “Anda tahu, pria yang bernama… entah siapa namanya, aku tidak ingat. Dia mengusirku dengan cara halus begitu pembicaraan kami selesai. Aku berani bertaruh jika Anda juga pernah dibuat kesal oleh orang sombong itu. Apa karena dia seorang konglomerat yang punya banyak harta makanya dia bisa bersikap begitu pada setiap orang. Cih… kenapa Tuhan menciptakan manusia macam dia. Wajahnya dingin bahkan tak ada ekspresi apa pun di wajah itu. Dia MANUSIA atau MAYAT HIDUP.”

       Ji Young menarik napas setelah mengomel tentang ketidak sukaannya pada Kyuhyun yang notabene sekarang menjadi klien-nya. Sebelumnya dia tidak pernah merasa begitu kesal pada seseorang tetapi, mengingat sifat Kyuhyun yang menurutnya sangat buruk membuat emosi wanita ini tersulut juga.

       “Bagaimana kalau kau mengajak Detektif So Yeon atau Detektif Hyo Ah untuk menemanimu. Mungkin kalau kau membawa rekan, Presdir Cho merasa agak segan.”

       “Aku tidak mau mengajak So Yeon. Dia begitu tergila-gila dengan pria itu. Aku tidak mau dibuat malu.”

       “Kalau begitu ajaklah Detektif Shin Hyo Ah.”

       “Oke. Aku akan menurutimu, Detektif Park Sung Ji. Doakan agar aku tidak sampai meninju wajahnya,” tukas Ji Young yang keluar dari ruangan atasannya tanpa berpamitan.

       Pria itu menganggap kalimat terakhir wanita tadi sebagai salam.

       “Ayo ikut denganku.”

       Hyo Ah yang tadinya fokus pada layar komputer di depannya, berdiri karena Ji Young menarik tangannya dengan semena-mena. Wanita itu mengadu dan meminta Ji Young untuk melepaskan tangannya yang dicengkeram dengan kuat oleh Ji Young.

       “Kau gila ya?! Seenaknya saja menarikku begitu! Apa-apaan itu tadi.” Sesampainya di luar Hyo Ah mengomel.

       “Temani aku ke Young Hwan Enterprise. Sekarang.”

       “Untuk apa pergi ke sana? Kau rindu dengan Presdir Cho?”

       “Hei! Jaga omonganmu. Siapa yang rindu padanya,” sergah Ji Young, nyaris saja menyumpalkan sepatunya pada Hyo Ah. “Atasan yang memintaku untuk mengajakmu.”

       “Sebenarnya aku sibuk hari ini. Tetapi karena Detektif Park yang memintaku, aku akan ikut denganmu.”

       Ji Young mengernyitkan dahi, aneh dengan perubahan sikap Hyo Ah. “Naiklah ke mobilku.”

       Lagi… ini kali dua Ji Young harus menarik napas begitu berdiri di depan pintu dengan papan nama Cho Kyuhyun. Nama ini begitu susah untuk diingatnya dan jika dia mengingat nama ini, si pemilik nama dengan wajah dinginnya pasti membuat dadanya sesak karena kesal. Pria ini benar-benar meninggalkan kesan pertama yang cukup buruk bagi Ji Young. Dengan protokol kesopanan sebelum masuk ke ruangan orang lain, dia mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk.

       “Permisi.”

       Kyuhyun yang baru saja mematikan laptop ketika menoleh ke ambang pintu. Dua orang wanita dengan pakaian rapi tampak berdiri menunggu sang pemilik ruangan mempersilakan mereka untuk masuk.

       “Silakan masuk, Detektif.”

       Ji Young memberi isyarat agar Hyo Ah mengikutinya. Melihat seorang Cho Kyuhyun dari jarak yang begitu dekat membuat kaki Hyo Ah lemas. Bagaimana tidak. Kyuhyun adalah pria yang paling diinginkan oleh makhluk berjenis kelamin perempuan diabad ini. Tentu karena ketampanan rupanya dan kekayaannya.

       “Kau membawa teman kali ini.”

       Hyo Ah membungkuk hormat. “Namaku… Shin Hyo Ah.”

       “Senang bertemu dengan Anda, Detektif Shin.”

       “Kedatangan kami tidak mengganggu jadwal kerja Anda yang padat, kan, Presdir?” tanya Ji Young berbasa-basi.

       Pria itu menggeleng. “Sama sekali tidak.”

       Kyuhyun berusaha bersikap biasa di depan Ji Young yang duduk berseberangan dengannya. Entah sejak kapan dia begitu kagum dengan wanita seperti Ji Young. Tata cara bicara dan sikapnya, bagi Kyuhyun kedua hal tersebut menjadi daya tarik yang begitu kuat selain bentuk tubuh dan wajahnya yang cantik. Kyuhyun mengatur napas, melonggarkan sedikit dasi dan membuka satu kancing kemejanya.

       “Kalian mau meminum sesuatu? Jus, teh, atau kopi,” tawarnya dengan sikap yang super ramah. Membuat Ji Young curiga.

       “Tidak terima kasih. Kami tidak akan lama di sini.” Dengan mempertahankan wajah dinginnya dia menolak tawaran tersebut.

       “Kali ini apa yang membawa kalian datang kemari?” Kyuhyun memfokuskan tatapan matanya pada Ji Young. Hanya pada wanita itu. Dia tidak sadar kalau ada orang lain yang satu ruangan dengan mereka.

       “Kemarin aku tidak ingat menyampaikannya padamu. Anda pasti sudah mengetahui perihal surat yang ditinggalkan oleh si pelaku, bukan?”

       Kyuhyun mengangguk. “Kau bilang surat itu tidak penting.”

       “Memang. Boleh aku bertanya sesuatu?”

       “Tanyakan saja.”

       “Apakah Anda mengenal seseorang berinisial TH?”

       “TH?” Kyuhyun menegakkan punggung. Dengan jari telunjuk yang menyangga bibir bawah, pria itu tampak sedang berpikir. “Jadi inisial pembunuh kakakku TH?”

       Ji Young mengangguk dan menambahkan, “Aku rasa dia mempunyai hubungan dengan Nona Cho. Di surat itu dia memanggil Nona Cho dengan sebutan Nuna.”

       “Mustahil. Hubungan apa yang kau maksud? Jangan asal menduga.” Raut wajah Kyuhyun tampak menunjukkan ketidak sukaan terhadap dugaan Ji Young barusan.

       Hyo Ah ketakutan begitu melihat perubahan raut wajah Kyuhyun, menyikut lengan Ji Young. Tetapi wanita itu malah bersikap biasa saja, seakan tidak peka dengan atmosfer yang telah berubah di ruangan itu.

       “Itu yang aku tidak tahu. Selain dengan Nona Cho, si pelaku pun tampaknya kenal baik dengan Tuan Cho Young Hwan.”

       “Memangnya apa isi surat itu?”

       Hyo Ah memberikan salinan dari surat yang berisikan tulisan tangan pelaku. Perubahan kelihatan begitu jelas pada wajah Kyuhyun. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras, serta napas pria itu memburu, menandakan jika pria ini sedang menahan amarahnya. Hyo Ah yang melihat itu menjadi gelisah di tempatnya duduk.

       “Keparat!” Kyuhyun meremat kertas tadi lantas mencampakkannya. “Selain dengan korbannya terdahulu, jadi dia menyimpan dendam dengan keluargaku. Bedebah!”

       “Anda tidak mencurigai seseorang, Presdir?” Hyo Ah memberanikan diri untuk bertanya.

       Kyuhyun melirik wanita di samping Ji Young dengan tatapan dinginnya. “Kalau aku mengatakan iya apa kalian akan langsung menangkapnya?”

       “Harus dilakukan penyelidikan terlebih dahulu baru dilakukan tindakan.” Ji Young menimpali.

       “Sayangnya aku tidak memiliki satu nama pun untuk dicurigai.” Kyuhyun menunduk, memijat kedua sisi dahinya yang terasa pening.

       Ji Young menatap foto keluarga Cho yang terpajang di dinding ruangan ini. Wanita itu fokus menatap wanita cantik berambut panjang yang tersenyum sangat manis sambil menggamit lengan adik laki-lakinya. Keadaan terbalik ditunjunkkan oleh pria muda di dalam foto itu. Pria gagah berbalut jas putih tersebut sama sekali tidak menunjukkan senyuman di wajahnya. Wajah tampan pria itu begitu datar dan dingin, nyaris tak menunjukkan ekspresi apa pun.

       Apakah sejak dulu wajahnya memang begitu? Sayang sekali pria setampan dia jarang tersenyum.

       “Setelah kakakku, mungkin aku yang akan menjadi target selanjutnya.”

       Ji Young tersentak, dia menatap wajah Kyuhyun lekat. “Mengapa Anda berpikiran demikian?”

       “Mengingat dendamnya dengan keluargaku, bisa sajakan hal tersebut terjadi,” ujar Kyuhyun begitu tenang.

       “Aku rasa itu tidak mungkin.”

       “Mengapa tidak mungkin. Keempat korbannya yang tewas bisa saja bentuk pengalihan dari target yang sebenarnya.”

       “Dugaan Anda terlalu berlebihan, Presdir.”

       “Kita tidak tahu pasti isi hati setiap orang.”

       Ji Young terkesiap ketika Kyuhyun mengulang ucapan yang tempo hari dia ucapkan pada pria ini. Dia tidak suka mendengar nada bicara pria ini. “Sepertinya kami harus pergi sekarang, Presdir Cho.”

       Kyuhyun berdiri dari duduknya begitu kedua tamunya juga berdiri.

       “Maaf bila kedatangan kami membuang waktu Anda,” ujar Hyo Ah segan.

       “Tidak. Jika kalian menemukan temuan terbaru kasus pembunuhan ini, segera beritahu aku.”

       “Baik,” sahut Ji Young sopan. “Permisi.”

 

To Be Countinued…

 

Tinggalkan komentar